Sabtu, 05 Mei 2012

DIFTERI

DIFTERIA

I. Defenisi
Difteria yaitu suatu penyakit infeksi mendadak atau akut yang mudah menular, dan yang sering diserang terutama saluran pernafasan bagian atas, dengan tanda has timbulnya “pseudomembran” dan akan dilepaskan eksotoksin yang dapat menimbulkan gejala umum dan lokal (Ngastiyah, Perawatan Anak Sakit ).

II. Etiologi
Penyebab penyakit difteria adalah kuman Corynebacterium diphtheriae, bersifat gram positif dan polimorf, tidak bergerak dan tidak membentuk spora. Basil difteria akan mati pada pemanasan dengan suhu 600C selama 10 menit, tetapi tahan hidup sampai beberapa minggu dalam es, air, susu dan lendir yang telah mengering.

III. Klasifikasi
Pembagian berdasarkan berat ringannya penyakit dianjurkan oleh Beach dkk (1950).
1. Infeksi Ringan
Pseudomembran terbatas pada mukosa hidung dengan gejala hanya nyeri menelan.
2. Infeksi sedang
Pseudomembran menyebar lebih luas ke dinding posterior faring dengan edema ringan laring yang dapat diatasi dengan pengobatan konservatif.
3. Infeksi berat
Disertai gejala sumbatan jalan nafas yang berat yang hanya dapat diatasi dengan tindakan trakheostomi. Gejala miokarditis, paralisis ataupun nefritis dapat menyertainya.


Klasifikasi difteri berdasarkan daerah yang terinfeksi
1. Difteria hidung
Gejal paling ringan dan jarang
2. Difteria faring dan tonsil
Paling sering dijumpai dalam keadaan ringan tidak terbentuk pseudomembran dapat sembuh sendiri dan dapat membentuk kekebalan.
3. Difteria laring dan trakhea
Merupakan yang terbanyak dan umumnya sebagai penjalaran dari difteri dan tonsil.

IV. Patogenesis
Kuman hidup dan berkembang biak pada saluran nafas bagian atas, tetapi dapat juga pada vulva, kulit, mata, walaupun jarang terjadi. Pada tempat-tempat tersebut kuman membentuk pseudomembran dan melepaskan eksotoksin. Pseudomembran timbul lokal kemudian menjalar dari faring, tonsil, laring, dan saluran nafas atas. kelenjar getah being sekitarnya akan membengkak dan mengandung toksin. Eksotoksin bila mengenai otot jantung akan menyebabkan miokarditis toksik atau jika mengenai jaringan saraf perifer sehingga timbul paralisis terutama otot-otot pernafasan. Toksin juga dapat menimbulkan nekrosis fokal pada hati dan ginjal, yang dapat menyebabkan timbulnya nefritis interstitialis. Kematian pasien difteria pada umumnya di sebabkan oleh terjadinya sumbatanjalan nafas akibat pseudomembran pada laring dan trakea, gagal jantung karena terjadi miokarditis, atau gagal nafas akibat terjadinya bronkopneumonia.
Penularan penyakit difteria adalah melalui udara (droplet infection), tetapi juga dapat perantaraan alat/benda yang terkontaminasi oleh kuman difteria. Penyakit dapat mengenai bayi tetapi kebanyakan pada anak usia balita. Penyakit difteria dapat berat atau ringan bergantung dari virulensi, banyaknya hasil, dan daya tahan tubuh anak. Bila ringan, hanya berupa keluhan sakit menelan dan akan sembuh sendiri serta dapat menimbulkan kekebalan pada anak jika daya tahan tubuhnya baik. Tetapi kebanyakan pasien yang datang berobat sering dalam keadaan berat seperti telah adanya bullneck atau sudah stridor dan dispnea. Pasien difteria selalu di rawat di rumah sakit karena mempunyai resiko komplikasi seperti miokarditis atau sumbatan jalan nafas.

V. Manifestasi Klinis
Masa tunas : 2-7 hari
Gejala umum : demam tidak terlalu tinggi, lesu, pucat, nyeri kepala dan anoreksia.
Gejala lokal : nyeri menelan, bengkak pada leher karena pembengkakan pada kelenjar regional, sesak nafas, serak sampai stridor jika penyakit telah pada stadium lanjut.
Gejala akibat eksotoksin tergantung bagian yang terkena, misalnya mengenai otot jantung terjadi miokarditis dan bila mengenai saraf terjadi kelumpuhan.
Gejala pada difteri hidung : pilek, sekret yang keluar bercampur darah yang berasal dari pseudomembran dalam hidung.
Gejala pada difteria faring dan tonsil :
- Demam tetapi tidak tinggi
- Nyeri telan
- Terdapat pseudomembran yang mula-mula hanya ada bercak-bercak putih ke abu-abuan dan cepat meluas ke daerah faring dan laring.
- Nafas berbau
- Pembengkakan pada kelenjar regional sehingga leher membesar yang biasa disebut leher banteng atau”bullneck”
- Tersedak (adanya kelumpuhan saraf telah/palatum mole
- Suara serak serta stridor inspirasi
Gejala pada difteria laring dan trakhea :
- Gejalanya sama dengan difteria faring hanya lebih berat.
- Pasien tampak sesak nafas hebat, stridor inspiratoir, sianosis, terdapat retraksi otot suprasternal dan epigastrium, pembesaran kelenjer regional
- Laring tampak kemerahan, sembab, banyak sekret dan terdapat sumbatan pada jalan nafas.

VI. Pemeriksaan Laboratorium
Pada pemeriksaan darah terdapat penurunan kadar Hb dan leukositosis polimorfonukleus, penurunan jumlah eritrosit dan kadar albumin. Pada urin terdapat albuminuria ringan.
Untuk menegakkan diagnosa, dibuat dengan ditemukannya kuman Corynebracterium diphteriae pada preparat langsung atau biakan.

VII. Pencegahan
1. Imunisasi (DPT 1, 2, 3, selang waktu pemberian 4 minggu, diberikan bayi umur 2-11 bulan.
2. Isolasi, pasien difteri dirawat dengan isolasi dan baru dapat pulang setelah pemeriksaan sediaan langsung tidak ditemukan corynebacterium diphteriae 2 x berturut-turut.
3. Pencarian seorang karier difteri dengan dilakukan uji shick. Bila diambil haposan tenggorok dan ditemukan C.diphteriae pasien diobati, bila perlu dilakukan tonsilektomi.

VIII. Prognosis
Prognosis penyakit ini bergantung pada :
1. Umur pasien, makin muda makin jelek prognosis
2. Perjalanan penyakit
3. letak lesi difteria
4. Keadaan umum pasien
5. Terdapat komplikasi
6. Pengobatan, terlambat pemberian ADS prognosis makin buruk

IX. Komplikasi
1. Pada saluran nafas
Obstruksi jalan nafas, bronkopneumonia, atelektasis
2. Kardiovaskuler : miokarditis
3. Kelainan pada ginjal : nefritis
4. Kelainan saraf
• Paralisis/paresis palatum mole
• Paralis/paresis otot-otot mata
• Paralisis umum

X. Manajemen Terapeutik
1. Pengobatan Umum
Perawatan yang baik, istirahat mutlak di tempat tidur, isolasi penderita dan pengawasan yang ketat atas kemungkinan komplikasi, antara lain EKG setiap minggu.
2. Pengobatan Spesifik
 Anti Difteri Serum (ADS) diberikan sebanyak 20.000 u/hari dalam 2 hari berturut-turut sebelumnya dilakukan uji kulit dan mata. Bila ternyata peka terhadap serum tersebut harus dilakukan desensitisasi dengan cara besredka.
 Antibiotik
Penicilin prokain 50.000 u/kg/BB/hari sampai 3 hari bebas demam. Pada pasien yang dilakukan trakheostomi ditambahkan kloramfenikol 75 mg/kgBB/hari dibagi 4 dosis
 Kortikosteroid
Diberikan untuk mencegah timbulnya komplikasi miokarditis yang sangat membahayakan, dengan memberikan prednison 2 mg/kgBB/hari selama 3-4 minggu.
Bila terjadi sumbatan jalan nafas beart  lakukan trakheostomi
Bila terjadi paralisis atau paresis otot, berikan striknin ¼ mg dan vitamin B1 100 mg tiap hari selama 10 hari.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar