Sabtu, 05 Mei 2012

FLIPCHARD DM

DIABETES MELLITUS
(PENYAKIT GULA)




CIRIA IRLANDES
2006 21 086


PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BAITURRAHIM
( STIKBA ) JAMBI
2010
Apa itu Diabetes Melitus (DM)..??

 Suatu keadaan tingginya
kadar gula darah karena
tubuh tidak memakai
insulin sebagaimana
mestinya.



APA PENYEBABNYA…??

• Keturunan
• Fungsi sel pankreas berkurang
• Perubahan karena lanjut usia
• Aktifitas fisik yang kurang
• Berat Badan yang berlebih
• Faktor Makanan
Sering mengkonsumsi makanan yang berlemak dan kurang serat.
APA TANDA DAN GEJALA PENYAKIT Diabetes Melitus pada lansia :

 Berat badan turun
 Infeksi jamur dan bakteri
pada kulit
 Gangguan persyarafan : kesemutan, kelemahan otot, impoten
 Nafsu makan meningkat
Gejala lanjut:
 Gatal-gatal
 Kesemutan
 Kulit terasa panas
 Mata kabur
 Kram
 Mudah mengantuk
 Kemampuan seksual menurun

AKIBAT LANJUT DIABETES MELITUS:

 Hipoglikemi
 Penyakit jantung
 Paru-paru
 Gangguan mata dan ginjal
 Ulkus pada kaki
 Impotensi
KAPAN SESEORANG DIKATAKAN MENDERITA PENYAKIT DIABETES MELITUS ??

 Keluhan dari gejala khas
ditemukan
 Kadar gula darah 2 jam PP
lebih dari 180 mg/dl
 Kadar gula darah puasa lebih dari
120 mg/dl
BAGAIMANA PERAWATANNYA?

1. Perencanaan makan yang tepat, mencakup :
 Jumlah
 Jadwal makan
 Jenis makanan yang dimakan
 Komposisi gizinya

2. Olahraga yang teratur

3. Makan obat-obatan dengan teratur sesuai
dengan petunjuk dokter
4. Sering mengikuti penyuluhan-
penyuluhan tentang diabetes
melitus
5. Melakukan upaya pencegahan,
seperti
 Perawatan kaki dan kuku
 Perawatan sepatu dan kaus kaki
 Perawatan gigi dan mulut
ASUPAN DIET BAGI PENDERITA DIABETES

• Hindari biskuit, cake, produk lain sebagai cemilan
• Minum air dalam jumlah banyak pada waktu makan
• Makan dengan waktu yang teratur
• Hindari makanan manis dan gorengan
• Tingkatkan asupan sayuran
• Minum air putih atau minuman bebas gula setiap kali haus
• Makanlah daging, telor, dan kacang-kacangan dalam porsi kecil
BAGAIMANA CARA MERAWAT KAKI DAN KUKU ??

Petunjuk cara perawatan kaki :
 Cuci kaki dengan sabun bayi setiap hari dan di basuh dengan air suam- suam kuku.
 Jangan menggunakan air terlalu panas karena dapat menyebabkan kerusakan pada kulit.
 Setelah kaki dicuci keringkan dengan handuk halus secara hati-hati, perhatikan sela-sela jari kaki.
 Berikan pelembab kulit
 Jangan memberi pelembab kulit pada sela-sela jari kaki karena dapat mengakibatkan lecet pada kaki dan memudahkan pertumbuhan jamur.
 Periksa kaki setiap hari terutama telapak kaki dan jari kaki dengan menggunakan cermin
 Perhatikan ada atau tidaknya luka lecet,kemerahan dan kelainan telapak kaki lainnya seperti kulit tebal atau infeksi.


Apa manfaat dari perawatan kaki ???
dengan air hangat dan bersih maka kulit kaki akan segar dan aliran darah lancar akibat pengaruh air hangat.

Kaos kaki
 Kaos kaki sebaiknya berasal dari bahan katun yang dapat menyerap keringat
 Apabila kedinginan sebaiknya gunakan kaos kaki dari bahan wool
 Tebalnya kaos kaki harus sesuai dengan sepatu yang dipakai dan jangan terasa sempit sehingga telapak kaki kurang bergerak dan akibatnya kaki mudah bengkak dan sakit.
Perawatan gigi dan mulut

 Selalu membersihkan gigi / menyikat gigi ddengan sikat gigiyang halus
 Gunakan pasta gigi yang sama, jangan berganti-ganti









1. Buah pare dimasak seperti ditumis, gulai dan diurap
2. Petai cina yang telah kering caranya digongseng, lalu ditumbuk halus. Ambil 1 sendok makan seduh dengan air panas dan minum seperti minum kopi, diminum 1 kali sehari
3. Daun kacang piring diperas dengan air 1 gelas lalu dimium rutin 1 kali sehari

FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN YANG BISA DIGUNAKAN

1. Puskesmas : jam 08.00-12.00 Wib
2. Rumah sakit pemerintah dan swasta : 24 jam
3. Praktek Dokter ; jam 17.00-12.00 Wib
4. Klinik-klinik swasta : 24 jam

Manfaat Fasilitas Pelayanan Kesehatan
1. Tempat konsultasi memperoleh informasi
2. Tempat pemeriksaan kesehatan
3. Tempat berobat
TERIMA KASIH……!!
SEMOGA BERMANFAAT

DIFTERI

DIFTERIA

I. Defenisi
Difteria yaitu suatu penyakit infeksi mendadak atau akut yang mudah menular, dan yang sering diserang terutama saluran pernafasan bagian atas, dengan tanda has timbulnya “pseudomembran” dan akan dilepaskan eksotoksin yang dapat menimbulkan gejala umum dan lokal (Ngastiyah, Perawatan Anak Sakit ).

II. Etiologi
Penyebab penyakit difteria adalah kuman Corynebacterium diphtheriae, bersifat gram positif dan polimorf, tidak bergerak dan tidak membentuk spora. Basil difteria akan mati pada pemanasan dengan suhu 600C selama 10 menit, tetapi tahan hidup sampai beberapa minggu dalam es, air, susu dan lendir yang telah mengering.

III. Klasifikasi
Pembagian berdasarkan berat ringannya penyakit dianjurkan oleh Beach dkk (1950).
1. Infeksi Ringan
Pseudomembran terbatas pada mukosa hidung dengan gejala hanya nyeri menelan.
2. Infeksi sedang
Pseudomembran menyebar lebih luas ke dinding posterior faring dengan edema ringan laring yang dapat diatasi dengan pengobatan konservatif.
3. Infeksi berat
Disertai gejala sumbatan jalan nafas yang berat yang hanya dapat diatasi dengan tindakan trakheostomi. Gejala miokarditis, paralisis ataupun nefritis dapat menyertainya.


Klasifikasi difteri berdasarkan daerah yang terinfeksi
1. Difteria hidung
Gejal paling ringan dan jarang
2. Difteria faring dan tonsil
Paling sering dijumpai dalam keadaan ringan tidak terbentuk pseudomembran dapat sembuh sendiri dan dapat membentuk kekebalan.
3. Difteria laring dan trakhea
Merupakan yang terbanyak dan umumnya sebagai penjalaran dari difteri dan tonsil.

IV. Patogenesis
Kuman hidup dan berkembang biak pada saluran nafas bagian atas, tetapi dapat juga pada vulva, kulit, mata, walaupun jarang terjadi. Pada tempat-tempat tersebut kuman membentuk pseudomembran dan melepaskan eksotoksin. Pseudomembran timbul lokal kemudian menjalar dari faring, tonsil, laring, dan saluran nafas atas. kelenjar getah being sekitarnya akan membengkak dan mengandung toksin. Eksotoksin bila mengenai otot jantung akan menyebabkan miokarditis toksik atau jika mengenai jaringan saraf perifer sehingga timbul paralisis terutama otot-otot pernafasan. Toksin juga dapat menimbulkan nekrosis fokal pada hati dan ginjal, yang dapat menyebabkan timbulnya nefritis interstitialis. Kematian pasien difteria pada umumnya di sebabkan oleh terjadinya sumbatanjalan nafas akibat pseudomembran pada laring dan trakea, gagal jantung karena terjadi miokarditis, atau gagal nafas akibat terjadinya bronkopneumonia.
Penularan penyakit difteria adalah melalui udara (droplet infection), tetapi juga dapat perantaraan alat/benda yang terkontaminasi oleh kuman difteria. Penyakit dapat mengenai bayi tetapi kebanyakan pada anak usia balita. Penyakit difteria dapat berat atau ringan bergantung dari virulensi, banyaknya hasil, dan daya tahan tubuh anak. Bila ringan, hanya berupa keluhan sakit menelan dan akan sembuh sendiri serta dapat menimbulkan kekebalan pada anak jika daya tahan tubuhnya baik. Tetapi kebanyakan pasien yang datang berobat sering dalam keadaan berat seperti telah adanya bullneck atau sudah stridor dan dispnea. Pasien difteria selalu di rawat di rumah sakit karena mempunyai resiko komplikasi seperti miokarditis atau sumbatan jalan nafas.

V. Manifestasi Klinis
Masa tunas : 2-7 hari
Gejala umum : demam tidak terlalu tinggi, lesu, pucat, nyeri kepala dan anoreksia.
Gejala lokal : nyeri menelan, bengkak pada leher karena pembengkakan pada kelenjar regional, sesak nafas, serak sampai stridor jika penyakit telah pada stadium lanjut.
Gejala akibat eksotoksin tergantung bagian yang terkena, misalnya mengenai otot jantung terjadi miokarditis dan bila mengenai saraf terjadi kelumpuhan.
Gejala pada difteri hidung : pilek, sekret yang keluar bercampur darah yang berasal dari pseudomembran dalam hidung.
Gejala pada difteria faring dan tonsil :
- Demam tetapi tidak tinggi
- Nyeri telan
- Terdapat pseudomembran yang mula-mula hanya ada bercak-bercak putih ke abu-abuan dan cepat meluas ke daerah faring dan laring.
- Nafas berbau
- Pembengkakan pada kelenjar regional sehingga leher membesar yang biasa disebut leher banteng atau”bullneck”
- Tersedak (adanya kelumpuhan saraf telah/palatum mole
- Suara serak serta stridor inspirasi
Gejala pada difteria laring dan trakhea :
- Gejalanya sama dengan difteria faring hanya lebih berat.
- Pasien tampak sesak nafas hebat, stridor inspiratoir, sianosis, terdapat retraksi otot suprasternal dan epigastrium, pembesaran kelenjer regional
- Laring tampak kemerahan, sembab, banyak sekret dan terdapat sumbatan pada jalan nafas.

VI. Pemeriksaan Laboratorium
Pada pemeriksaan darah terdapat penurunan kadar Hb dan leukositosis polimorfonukleus, penurunan jumlah eritrosit dan kadar albumin. Pada urin terdapat albuminuria ringan.
Untuk menegakkan diagnosa, dibuat dengan ditemukannya kuman Corynebracterium diphteriae pada preparat langsung atau biakan.

VII. Pencegahan
1. Imunisasi (DPT 1, 2, 3, selang waktu pemberian 4 minggu, diberikan bayi umur 2-11 bulan.
2. Isolasi, pasien difteri dirawat dengan isolasi dan baru dapat pulang setelah pemeriksaan sediaan langsung tidak ditemukan corynebacterium diphteriae 2 x berturut-turut.
3. Pencarian seorang karier difteri dengan dilakukan uji shick. Bila diambil haposan tenggorok dan ditemukan C.diphteriae pasien diobati, bila perlu dilakukan tonsilektomi.

VIII. Prognosis
Prognosis penyakit ini bergantung pada :
1. Umur pasien, makin muda makin jelek prognosis
2. Perjalanan penyakit
3. letak lesi difteria
4. Keadaan umum pasien
5. Terdapat komplikasi
6. Pengobatan, terlambat pemberian ADS prognosis makin buruk

IX. Komplikasi
1. Pada saluran nafas
Obstruksi jalan nafas, bronkopneumonia, atelektasis
2. Kardiovaskuler : miokarditis
3. Kelainan pada ginjal : nefritis
4. Kelainan saraf
• Paralisis/paresis palatum mole
• Paralis/paresis otot-otot mata
• Paralisis umum

X. Manajemen Terapeutik
1. Pengobatan Umum
Perawatan yang baik, istirahat mutlak di tempat tidur, isolasi penderita dan pengawasan yang ketat atas kemungkinan komplikasi, antara lain EKG setiap minggu.
2. Pengobatan Spesifik
 Anti Difteri Serum (ADS) diberikan sebanyak 20.000 u/hari dalam 2 hari berturut-turut sebelumnya dilakukan uji kulit dan mata. Bila ternyata peka terhadap serum tersebut harus dilakukan desensitisasi dengan cara besredka.
 Antibiotik
Penicilin prokain 50.000 u/kg/BB/hari sampai 3 hari bebas demam. Pada pasien yang dilakukan trakheostomi ditambahkan kloramfenikol 75 mg/kgBB/hari dibagi 4 dosis
 Kortikosteroid
Diberikan untuk mencegah timbulnya komplikasi miokarditis yang sangat membahayakan, dengan memberikan prednison 2 mg/kgBB/hari selama 3-4 minggu.
Bila terjadi sumbatan jalan nafas beart  lakukan trakheostomi
Bila terjadi paralisis atau paresis otot, berikan striknin ¼ mg dan vitamin B1 100 mg tiap hari selama 10 hari.

ASKEP ANEMIA

BAB I
KAJIAN TEORITIS ANEMIA

A. Defenisi
Anemia adalah berkurangnya jumlah eritrosit serta jumlah hemoglobin dalam 1 mm3 darah atau berkurangnya volume sel yang dipadatkan (packed red cells volume) dalam 100 ml darah.

B. Klasifikasi dan Etiologi
Ada beberapa jenis anemia sesuai dengan penyebabnya :
1. Anemia pascaperdarahan
Terjadi sebagai akibat perdarahan yang masif seperti kecelakaan, operasi dan persalinan dengan perdarahan; atau perdarahan yang menahun seperti pada penyakit cacingan.
2. Anemia defisiensi
Terjadi karena kekurangan bahan baku pembuat sel darah.
3. Anemia hemolitik
Terjadi penghancuran (hemolisis) eritrosit yang berlebihan karena :
a. Faktor intrasel
Misalnya talasemia, hemoglobinopatia (talasemia HbE, sickle cell anemia), sferositas kongenital, defisiensi enzim eritrosit (G-6PD, piruvat kinase, glutation reduktase).
b. Faktor ekstrasel
Karena intoksikasi, infeksi (malaria), imunologis (inkompatibilitas golongan darah, reaksi hemolitik pada transfusi darah).
4. Anemia aplastik
Disebabkan terhentinya pembuatan sel darah oleh sumsum tulang (kerusakan sumsum tulang).


C. Penatalaksanaan
Medik
Dengan memberikan transfusi darah. Pilihan kedua plasma (plasma expanders atau plasma substitute). Dalam keadaan darurat diberikan cairan intravena dengan cairan infus apa saja yang tersedia.

• Anemia Defisiensi Besi
Anemia defisiensi yang paling sering adalah defisiensi besi dan asam folat. Anemia defisiensi adalah anemia yang disebabkan oleh kekurangan satu atau beberapa bahan yang diperlukan untuk pematangan eritrosit.

Klasifikasi
Scara morfologis dan etiologis dapat dibedakan dalam 2 bentuk :
1. Mikrositik hipokromik
Terjadi akibat kekurangan besi, piridoksin atau tembaga
2. Makrositik normokromik (megaloblastik)
Terjadi akibat kekurangan asam folat dan vitamin B.12

Gambaran klinik
Anak tampak lemas, sering berdebar-debar,lekas lelah, pucat, sakit kepala, iritabel dan sebagainya. Anak tak tampak sakit karena perjalanan penyakit menahun, tampak pucat terutama pada mukosa bibir dan faring, telapak tangan dan dasar kuku; konjungtiva okular berwarna kebiruan atau putih mutiara (pearly white). Papil lidah tampak atrofi.

Penatalaksanaan
Medik
Pemberian makanan yang adekuat. Pada anak dengan defisiensi besi diberikan sulfas ferosus 3 x 10 mg/kgBB/hari (waspada terhadap terjadinya enteritis). Dapat diberikan preparat besi parenteral secara intramuskular atau intrave bila pemberian peroral tidak dapat.
Transfusi darah diberikan hanya bila kadar Hb kurang dari 5 g/dl disertai keadaan umum buruk, misalnya gagal jantung, bronkopneumonia dan sebagainya.
• Obat cacing diberikan jika ternyata anak menderita cacingan.
• Antibiotika bila perlu (terdapat infeksi)

• Anemia defisiensi asam folat
Kekurangan asam folat akan mengakibatkan anemia megaloblastik. Asam folat merupakan bahan esensial untuk sintesis DNA (Desoxyribonucleic acid) dan RNA (Ribonucleid acid), yang penting sekali untuk metabolisme inti sel dan pematangan sel.

• Anemia Hemolitik
Anemia hemolitik ialah anemia yang disebabkan karena terjadinya penghancuran sel darah merah dalam pembuluh darah sehingga umur eritrosit pendek.Umur eritrosit ialah 100-120 hari.
Penyebab hemolitik dapat terjadi karena :
1. Kongenital
• Faktor eritrosit sendiri
• Gangguan enzim
• Hemoglobinopatia
2. Didapat

• Anemia Aplastik
Anemia aplastik diakibatkan oleh karena rusaknya sumsum tulang. Gangguan berupa berkurangnya sel darah dalam darah tepi sebagai akibat terhentinya pembentukan sel hemopoetik dalam sumsum tulang. Aplasia dapat terjadi hanya pada satu, dua atau ketiga sistem hemopoetik (eritropoetik, granulopoetik dan trombopoetik).
Aplasia yang hanya mengenai sistem eritropoetik disebut eritroblastopenia (anemia hipoplastik); yang mengenai sistem granulopoetik disebut agranulosistosis (Penyakit Schultz), dan yang mengenai sistem trombopoetik disebut amegakariositik trombositopenik purpura (ATP). Bila mengenai ketiga-tiga sistem disebut panmieloptisis atau lazimnya disebut anemia aplastik.

Anemia aplastik disebabkan oleh :
a. Faktor kongenital
Sindrom Fanconi yang biasanya disertai kelainan bawaan lain seperti mikrosefali, strabismus, anomali jari, kelainan ginjal dan sebagainya.
b. Faktor didapat
• Bahan kimia, benzene, insektisida, senyawa As, Au, Pb
• Obat : kloramfenikol, mesantoin (antikonvulsan), piribenzamin (antihistamin), santonin kalomel, obat sitostatika (myleran, methrotrexate, TEM, vincristine, rubidomycine dan sebagainya).
• Radiasi : sinar Rontgen, radiaktif
• Faktor individu : alergi terhadap obat, bahan kimia dan sebagainya.
• Infeksi, keganasan, gangguan endokrin dan sebagainya idiopatik, sering ditemukan.

Gambaran Klinik
Aplasia sistem eritropoetik dalam darah tepi akan terlihat sebagai retikulositopenia yang disetai dengan merendahnya kadar Hb, hematokrit dan hitung eritrosit. Anak terlihat pucat, disertai berbagai gejala anemia lainnya seperti anoreksia, lemah, palpitasi, sesak nafas karena gagal jantung dan sebagainya.
Pada pasien tidak ditemukan adanya ikterus, pembesaran limpa, hepar maupun kelenjar getah bening karena sifatnya aplasia sistem hemopoetik. Sesuai dengan gambaran sumsum tulang dibedakan dalam 2 jenis anemia aplastik ialah jenis hiposelular dan selular.


Penatalaksanaan
Medik
Pengobatan :
1. Prednison dan testosteron
Prednison, dosis 2-6 mg/kgbb/hari per oral; testosteron dengan dosis 1-2 mg/kgbb/hari secara parenteral.
2. Transfusi darah
3. Pengobatan terhadap infeksi sekunder
4. Makanan
5. Istirahat

• Anemia Hipoplastik (Eritroblastoma)
Anemia hipoplastik adalah anemia yang terutama disebabkan oleh aplasia sistem eritropoetik, sedangkan sistem granulopoetik dan trombopoetik tidak, atau hanya sedikit terganggu.

Klasifikasi
1. Idiopatik, biasanya kongenital ( congenital pure red cell anemia, congenital chronic aregenerative anemia).
2. Didapat, yang terbagi atas jenis akut (krisis aplastik), sub akut dan menahun.
Gambaran Klinik
Anemia biasanya timbul pada masa bayi, umur 1 bulan sampai 1 tahun. Dapat di sertai kelainan kongenital seperti ginjal polikistik, pada pemeriksaan darah tepi hanya terdapat anemia dan retikulositopenia, lainnya normal. Pada sumsum tulang terdapat aplasia sistem eritropoetik dan hanya ditemukan beberapa proeritroblas. Beberapa kasus menunjukkan kelainan kromosom.
Penatalaksanaan
Medik
Hanya dengan transusi darah (packed cells) dan kortikosteroid. Prognosis akan lebih baik bila diberikan kortikosteroid secara rumat.
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN ANEMIA

I. Pengkajian
1. Pengkajian Identitas Klien
Nama. Umur, TTL, Nama Ayah / lbu. Pekerjaan Ayah/Ibu. Agama, Pendidikan, Alamat.
2. Pengkajian Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Kesehatan Dahulu
• Adanya menderita penyakit anemia sebelumnya, riwayat imunisasi.
• Adanya riwayat trauma, perdarahan
• Adanya riwayat demam tinggi
• Adanya riwayat penyakit ISPA
• Riwayat Kehamilan dan Persalinan
Prenatal : lbu selama hamil pernah menderita penyakit berat, pemeriksaan kehamilan berapa kali, kebiasaan pemakaian obat obatan dalam jangka waktu lama.
Intranatal : usia kehamilan cukup, proses persalinan dan berapa panjang dan berat badan waktu lahir.
Postnatal : keadaan bayi setelah masa, neonatorum, ada trauma post parturn akibat tindakan misalnya forcep, vakum dan pemberian ASI.
b. Riwayat Kesehatan Saat Ini
Klien pucat, kelemahan, sesak nafas, sampai adanya gejala gelisah, diaforesis tachikandia, dan penurunan kesadaran.
c. Riwayat Kesehatan Keluarga.
 Riwayat anemia dalam keluarga
 Riwayat penyakit-penyakit seperti : kanker, jantung, hepatitis, DM, asthma, penyakit-penyakit infeksi saluran pernafasan.

3. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum: keadaan tampak lemah sampai sakit berat.
b. Kesadaran :
Compos mentis kooperatif sampai terjadi penurunan tingkat kesadaran apatis, samnolen sopor coma.
c. Tanda-tanda vital
TD : Tekanan darah menurun (N = 90 110/60 70 mmHg)
Nadi : Frekwensi nadi meningkat, kuat sampai lemah (N = 60 100 kali/i)
Suhu : Bisa meningkat atau menurun (N = 36,5 37,2 0C)
Pernapasan : meningkat (anak N = 20 30 kali/i)
d. TB dan BB : Menurut rumus dari Behermen, 1992 pertambahan BB anak adalah sebagai berikut :
1) Lahir 3,25 kg
2) 3 12 bulan = .
3) 1 6 tahun = Umur (tahun) x 2 – 8
4) 6 12 tahun =
Tinggi badan rata rata waktu lahir adalah 50 cm. Secara garis besar, tinggi badan anak dapat diperkirakan, sebagai berikut :
1 tahun = 1,5 x TB lahir
4 tahun = 2 x TB lahir
6 tahun = 1,5 x TB setahun
13 tahun = 3 x TB lahir
Dewasa = 3.5 x TB lahir (2 x TB 2 tabun)
e. Kulit
Kulit teraba dingin, keringat yang berlebihan, pucat, terdapat perdarahan dibawah kulit.
f. Kepala
Biasanya bentuk dalam batas normal.
g. Mata
Kelainan bentuk tidak ada, konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik, terdapat perdarahan sub conjungtiva, keadaan pupil, palpebra, refleks cahaya biasanya tidak ada kelainan.
h. Hidung
Keadaan/bentuk, mukosa hidung, cairan yang keluar dari hidung, fungsi penciuman biasanya tidak ada kelainan.
i. Telinga
Bentuk, fungsi pendengaran tidak ada kelainan.
j. Mulut
Bentuk, mukosa kering, perdarahan gusi, lidah kering, bibir pecah pecah atau perdarahan.
k. Leher
Terdapat pembesaran kelenjar getah bening, thyroid lidah membesar, tidak ada distensi vena yugularis.
l. Thoraks
Pergerakan dada, biasanya pernafasan cepat irama tidak teratur. Fremitus yang meninggi, percusi sonor, suara nafas bisa vesikuler atau ronchi, wheezing. Frekwensi nafas neonatus 40 60 kali/i, anak 20 30 kali/i Irama jantung tidak teratur, frekwensi pada anak: 60 100 kali/i
m. Abdomen
Cekung, pembesaran hati, nyeri, bising usus
n. Genitalia
Laki laki : testis sudah turun ke dalam skroturn
Perempuan : labia minora tertutup labia mayora.
o. Ekstremitas
Terjadi kelemahan umum, nyeri ekstremitas, tonus otot kurang, akral dingin
p. Anus
Keadaan anus, posisinya. anus (+)

q. Neurologis
Refleksi fasiologis (+) seperti Reflek patella, refleks patologi ( ) seperti Babinski, tanda kerniq ( ) dan Bruzinski I-II = (-).
4. Pemeriksaan Penunjang
Kadar Hb , pemeriksaan darah : eritrosit dan berdasarkan penyebab, jumlah trombosit menurun, hemoglobin elektroforesis; mengidentifikasi tipe struktur Hb, masa perdarahan memanjang, aspirasi sumsum tulang atau biopsi untuk membedakan tipa anemia.

II. Kemungkinan Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler O2 ke sel (Doenges, Marilynn, E. 2000).
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai O2 dengan kebutuhan tubuh (Doenges, Marilynn, F 2000).
3. Gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang ( ) (Doenges, Marilynn, E. 2000)
4. Kerusakan intcgritas kulit berhubungan dengan perubahan sirkulasi, gangguan mobilitas, defisit nutrisi (Carpenito, Lynda Juall, 1998)
5. Gangguan eliminasi BAB : Konstipasi atau diare berhubungan dengan penurunan masukan diet, perubahan proses pencernaan, (Carpenito, Lynda Juall,1998)
6. Resiko tinggi terjadi infeksi berhubungan dengan in adekuat pertahanan sekunder, (Doenges, Marilynn, E. 2000)
7. Defisit volume cairan berhubungan dengan kehilangan yang berlebihan, (Doenges, Marilynn, E. 2000)
8. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri disekitar perut, nyeri hilang, lutut (Carpenito, Lynda Juall, 1998)
9. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurang terpapar informasi tentang penyakit (Doenges, Marilynn, E. 2000)


III. Intervensi Keperawatan
No.
DX Diagnosa Keperawatan Tujuan & Kriteria hasil Intervensi Rasional
1 Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler O2 ke sel Tujuan : perfusi jaringan tidak terganggu (adekuat)
Kriteria Hasil :
 TTV stabil TD : 100 110 / 60 70 mmHg, Nd : 60 90 x/i Nf : umur 12 bulan : 50 x/i, 1 4 tahun : 40 x/i > 5 tahun : 30 x li Suhu : 36,5 37,20C
 Membran mukosa kemerahan
 Output seimbang dengan intake Kesadaran normal / baik 1. Monitor TTV (TD, nd, nF. Suhu)


2. Observasi keadaan kulit, membran mukosa

3. Atur posisi K semi fowler

4. Auskultasi bunyi nafas

5. Awasi ke1uhan nyeri K. palpitasi - Diharapkan dapat mengidentifikasi secara dini tanda tanda komplikasi dan keadaan berat/ parah untuk menentukan intervensi selanjutnya
- Dapat mengidentifikasi tentang keadekuatan perfusi jaringan sebagai info dan membantu menentukan intervensi berikut
- Meningkatkan ekspansi paru dan memaksimalkan oksigenasi untuk kebut seluler.
- Dispnea, menunjukkan GJK karena regangan jantung lama atau peningkatan kompensasi curah jantung.
- Iskemik seluler mempengaruhi jaringan miokard potensial infeksi
6. Tingkatkan kenyamanan K - Vasokonshiksi ke organ vital menurunkan sirkulasi perifer. Panas yang berlebihan pencetus vasodilatasi penurunan perfusi organ.
7. Hindari penggunaan bantahan penghangat atau botol air panas. Ukur suhu air mandi dgn termorneter - Termoreseptor jaringan dermal dangkal karena gangguan O2


No.
DX Diagnosa Keperawatan Tujuan & Kriteria hasil Intervensi Rasional
8. Berikan transfusi darah sesuai program therapi - meningkatkan jumlah sel pembawa O2, memperbaiki defisiensi untuk menurunkan resiko pendarahan.
9. Berikan O2 sesuai program therapi - memaksimalkan transport O2 kejaringan

2. Intoleransi Aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai O2 dengan kebutuhan tubuh. Tujuan :
K dapat beraktifitas sehari hari (aktif tidak terganggu) Kriteria hasil

Kriteria Hasil :
Kelelahan berkurang
TTV db(N) TD (100 110/60 70 mmg, Nd = 60 90 x/i Nf = < 1 th 50 x/i, 1 4 th = 40 x/i >5 th 30 x/i, suhu = 36,50 C 37,20 C
Hari meningkat Aktivitas sehari
1. Kaji kemampuan K dalam beraktifitas
2. Kaji gangguan K dalam beraktifitas, kelemahan otot

3. Awasi TTV dan respon K setelah beraktifitas

4. Istirahatkan K di T.T

5. Ubah posisi K secara perlahan lahan - Diharapkan melalui info untuk menentukan intervensi selanjutnya
- Menunjukkan perubahan neurologi karena defisiensi vit B 12 mempengaruhi keamanan K / resiko cedera
- manifestasi kardiopulmunal dari upaya jantung dan paru untuk membawa jumlah O2 adekuat kejaringan
- istirahat untuk menurunkan kebut O2 tubuh dan  regangan jantung dan paru
- Hipotensi postural atau hipoksia. serebral dapat menyebabkan pusing, berdenyut, dan P  resiko cedera


No.
DX Diagnosa Keperawatan Tujuan & Kriteria hasil Intervensi Rasional
6. Prioritaskan jadwal askep untuk istirahat
7. Berikan bantuan dalam aktivitas atau ambulansi - mempertahankan tingkat energi dari  regangan pada 55. jantung dan pemafasan.
- dapat membantu K dalam memenuhi kebut sehari hari bila perlu
8. Anjurkan K beraktifitas bertahap - meningkatkan secara bertahap aktivis memperbaiki tonus otot atau stamina tanpa kelemahan
9. Anjurkan K untuk menghemat energi - memotivasi K melakukan banyak dengan membatasi penyimpangan energi dan mencegah kelemahan
10. Anjurkan K untuk menghentikan aktivis bila pusing, sesak nafas - regangan atau stress dapat menimbulkan dekompensasi/ kegagalan


No.
DX Diagnosa Keperawatan Tujuan & Kriteria hasil Intervensi Rasional
3. Resiko tinggi terjadi infeksi berhubungan dengan in adekuat pertahanan sekender Tujuan : Infeksi tidak terjadi
Kriteria hasil :
 Tidak terdapat tanda tanda infeksi (kemerahan, color, rugor, tumor, fungsiotesa)
 K tenang, tidak gelisah
 Integritas kulit baik
 Leukosit (N) (5000 10.000/mm3) 1. Anjurkan penerapan cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan
2. Pertahankan teknik septik dan aseptik

3. Lakukan pruto oral, pruto kulit, perianal
4. Motivasi K untuk mobilisasi, perubahan posisi, teknik nF dalam dan batuk efektif  mencegah kontaminasi silang, mencegah berkembang biak kuman penyakit
 menurunkan resiko kolonisasi atau infeksi bakteri Lakukan perawatan oral. perawatan kulit, perianal
 menurunkan resiko kerusakan kulit dan jaringan, infeksi
 meningkatkan ventilasi semua segmen paru dan membantu mobilisasi sekresi untuk mencegah pneumonia.
5. Tingkatkan pemasukan cairan  membantu dalam pengenceran sekret pernafasan mempermudah pengeluaran dan mencegah stasis cairan tubuh.
6. Batasi pengunjung, pisahkan K  Membatasi pemajanan pad abakteri/Inf. Isolasi bila respon imun sangat terganggu dan mudah terinfeksi
7. Observasi suhu, menggigil, tachi carda  Memonitor tanda infeksi untuk intervensi berikut
8. Berikan AB sesuai program therapi  Untuk menurunkan kolonisasi atau untuk pengobatan proses infeksi lokal.

DAFTAR PUSTAKA

Price, SA & Wilson, LM. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 4, Volume I. Jakarta : EGC,1994.
Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FK-UI, Ilmu Kesehatan Anak. Volume I. Jakarta : Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK-UI. 1991.
Smeltzer, SC & Bare, BG. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8, Volume 2. Jakarta : EGC. 2002.
Doenges, ME. Moorhouse MF, Geissler AC. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta : EGC, 1999.
Afriyanti, Esi. Bahan Kuliah Keperawatan Medikal Bedah I. Padang : PSIK. FK-UA, 2003.
Ngastiyah. Perawatan Anak Sakit. Jakarta : EGC. 1997.
Carpenito, Lynda Juall. Diagnosa Keperawatan. Jakarta : EGC. 1998

TUGAS ILMU KEPERAWATAN ANAK


ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN
ANEMIA














Oleh :

CIRIA IRLANDES
2006 21 086



PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BITURRAHIM
( STIKBA ) JAMBI
2010/ 2011

standar askep